Peluluhan huruf adalah perubahan bunyi yang terjadi ketika sebuah morfem bertemu dengan morfem tertentu. Di dalam bahasa Indonesia huruf k, p, s, t (kucing putih suka tikus) di awal kata pada umumnya luluh ketika mendapatkan awalan meng– atau peng–.[1] Namun, ada pengecualian atas kaidah tersebut.
Kaidah KPST
- Huruf pertama kata dasar berawalan k, p, s, dan t luluh ketika mendapat awalan meng- atau peng- hanya jika huruf keduanya berupa vokal.
- meng– + kutuk —> mengutuk
- meng– + koordinasi + –kan —> mengoordinasikan[2]
- meng– + pukul —> memukul
- meng– + percaya + –i —> memercayai[3]
- meng– + pengaruh + –i —> memengaruhi[3]
- meng– + pesona —> memesona[3]
- meng– + populer + –kan —> memopulerkan[2]
- meng– + sikat —> menyikat
- meng– + sosialisasi + –kan —> menyosialisasikan[2]
- meng– + tulis —> menulis
- peng– + kutuk —> pengutuk
- peng– + pukul —> pemukul
- peng– + sikat —> penyikat
- peng– + tulis —> penulis
2. Huruf pertama kata dasar berawalan k, p, s, dan t tidak luluh ketika mendapat awalan meng– jika huruf keduanya berupa konsonan.
- meng– + khitan —> mengkhitan
- meng– + kritik —> mengkritik
- meng– + klaim —> mengklaim
- meng– + produksi —> memproduksi
- meng– + plagiat —> memplagiat
- meng– + skors —> menskors
- meng– + sponsor + –i —> mensponsori
- meng– + stabil + –kan —> menstabilkan
- meng– + transfer —> mentransfer
- meng– + traktir —> mentraktir
3. Huruf pertama kata dasar berawalan p selalu luluh ketika mendapat awalan peng– meskipun huruf keduanya berupa konsonan.
- peng– + produksi —> pemroduksi
- peng– + plagiat —> pemlagiat
- peng– + protes —> pemrotes
- peng– + program —> pemrogram
4. Huruf pertama awalan per– pada pengimbuhan bertingkat tidak luluh ketika mendapat awalan meng-.
- meng– + per + tinggi —> mempertinggi
- meng– + per + budak —> memperbudak
- meng– + per + hati + –kan —> memperhatikan[4]
- meng– + per + timbang + –kan —> mempertimbangkan
Beberapa Pengecualian dalam Peluluhan Huruf
- meng– + punya + –i —> mempunyai
Jika mengikuti peluluhan huruf Kaidah KPST, meng– + punya + –i —> memunyai. Namun, bentuk mempunyai dianggap lebih berterima dan termasuk pengecualian.
Ada pendapat bahwa kata mempunyai berasal dari kata dasar empunya, bukan punya: meng+ empunya + –i —> mengempunyai. Lalu, karena sering digunakan, terjadilah kontraksi dari mengempunyai menjadi mempunyai. Namun, KBBI V memasukkan kata mempunyai sebagai turunan kata dasar punya, sementara kata empunya selalu mandiri, tidak pernah mendapatkan imbuhan. Karena itu, lebih tepat jika kita anggap bahwa kata mempunyai merupakan bentuk pengecualian kata dasar punya.
- meng– + kaji —> mengaji[5]
- meng– + kaji —> mengkaji
Jika mengikuti Kaidah KPST, meng– + kaji —> mengaji. Namun, bentuk mengaji dianggap sudah memiliki makna khusus (membaca/mempelajari Al-Qur’an/agama Islam). Karena itu, untuk makna umum mempelajari, menyelidiki, atau menelaah sesuatu digunakan bentuk mengkaji.
- peng– + syair —> penyair
- peng– + syair —> pensyair
Jika mengikuti Kaidah KPST, peng– + syair —> pensyair. Namun, bentuk takbaku penyair lebih populer meskipun tidak terdapat di dalam KBBI mutakhir. Sebagai ganti penyair, KBBI memuat bentuk pensyair (orang yang mensyair/mensyairkan) dan pesyair (pengarang syair; pengarang sajak; penyair).
- ber– + ajar —> belajar
- pe– + ajar —> pelajar
- meng– + per– + ajar + –i —> mempelajari
- peng– + ber– + ajar + –an —> pembelajaran
Jika mengikuti Kaidah KPST, ber– + ajar —> berajar. Namun, kata dasar ajar yang mendapatkan awalan ber– atau per– adalah pengecualian. Kata turunan untuk kata ajar ketika mendapatkan awalan ber– atau per– adalah belajar, pelajar, mempelajari, dan pembelajaran.
Catatan
[1] awalan meng– atau peng– — Dalam percakapan sehari-hari, kita terbiasa menggunakan istilah awalan me-dan awalan pe-. Namun, dalam persitilahan resmi tata bahasa Indonesia istilah yang tepat adalah awalan meng– dan peng-.
[2] mengoordinasikan — Menurut Ivan Lanin, dulu ada anggapan bahwa kata pungutan dari bahasa asing tidak perlu mengikuti aturan peluluhan huruf karena bentuknya belum mantap. Namun, lambat laun bentuk tersebut tentu menjadi mantap sehingga harus mengikuti kaidah. Jadi, menurutnya, lebih baik sejak awal diterapkan saja kaidah peluluhan tersebut. Misalnya, memopulerkan (bukan mempopulerkan), mengoordinasikan (bukan mengkoordinasikan), dan menyosialisasikan (bukan mensosialisasikan).
[3] memercayai — Sebagian orang tidak meluluhkan huruf p di awal kata yang terdiri atas tiga suku kata (atau lebih). Alasannya, bentuk mempesona, mempengaruhi, mempercayai, dan sejenisnya sudah demikian berterima dan digunakan tanpa masalah selama ini (seperti kata mempunyai dan penyair). Selain itu, bentuk tanpa peluluhan huruf untuk kata dasar berawalan huruf p yang terdiri atas tiga suku kata (atau lebih) ini bisa dimasukkan sebagai pengecualian atas Kaidah KPST.
[4] memperhatikan — Saya kerap menemukan penulis yang menggunakan kata memerhatikan, bukan memperhatikan. Mungkin hal itu karena penulisnya menganggap kata dasar pembentuk kata memerhatikan adalah perhati. Namun, sebagaimana tercantum dalam KBBI V, kata perhati merupakan kata turunan dari kata hati (per– + hati). Jadi, suku kata per– di depannya adalah awalan, bukan suku kata asli. Karena itu, sesuai dengan kaidah, bentuk yang tepat adalah meng– + per + hati + –kan —> memperhatikan, bukan memerhatikan.
[5] Dalam tulisannya, “Hukum KPST” (https://ivanlanin.wordpress.com/2010/04/05/hukum-kpst/), Ivan Lanin mengusulkan untuk menggunakan kata mengaji sebagai homonim (kata yang memiliki makna lebih dari satu) sehingga tidak perlu lagi menggunakan bentuk mengkaji untuk membedakannya. Dia juga mengusulkan untuk menggunakan kata mendaras untuk merujuk makna yang selama ini dirujuk kata mengaji (membaca/mempelajari Al-Qur’an).